Menjadi disabilitas bukanlah pilihanku. Aku menjadi disabilitas pengguna kursi roda karena mengalami kelumpuhan atau dunia medis mengenal sebagai paraplegia. Aku adalah salah satu dari ribuan penderita paraplegia. Selama ini belum ada obat yang mampu menyembuhkan kondisi ini. Paraplegia disebabkan oleh banyak faktor. Diantaranya karena kecelakaan atau karena penyakit tertentu seperti tbc tulang belakang dan tumor.
Kebiasaan hidpku berubah sejak menjadi disabilitas. Perlu diketahui kalau paraplegia itu seperti mati separuh. Bagian tubuh dibawah ruas tulang belakang yang rusak sudah tidak bisa merasakan lagi seperti orang normal pada umumnya. Hal ini yang menjadi masalah buat penderita paraplegia. Ada yang merasakan sakit terus menerus sepanjang hari seperti yang aku rasakan, namun juga ada yang tidak merasakan sakit sama sekali. Ada yang tidak bisa menahan kencing tetapi ada juga yang justru tidak bisa kencing.
Penderita paraplegia itu rawan sekali dengan luka decubitus tak terkecuali aku. Duduk pun harus dengan aturan. Aturan tersebut harus dipatuhi agar tidak terjadi luka decubitus. Aku sendiripun melakukan begitu. Setiap 30 menit harus mengangkat pantat setidaknya 3 menitan.
Menjadi disabilitas pengguna kursi roda pun sulit bepergian. Transportasi umum yang akses untuk pengguna kursi roda belum banyak ditemui. Tidak jarang aku mendapatkan penolakan ketika hendak menggunakan transportasi umum. Saat membeli kendaraan seperti motorpun tidak bisa langsung digunakan karena harus dimodifikasi terlebih dahulu agar tidak jatuh dan bisa digunakan untuk tempat membawa kursi roda. Biaya modifikasi mencapai 6 – 7 juta tergantung model dan bahan yang digunakan.
Ketika bepergian, aku sering mendapat perlakuan kurang menyenangkan. Dimarahi sama petugas parkir adalah hal yang biasa terjadi. Pernah suatu ketika, aku berobat ke RSCM dan berdebat dengan tukang parkir. hal itu terjadi tidak hanya sekali dua kali tapi berkali kali sampai aku melaporkan ke bagian humasnya, namun tidak ada respon dan hingga tulisan ini dibuat masih tetap tidak ada bedanya. Pernah suatu ketika selesai kontrol di poli ortopaedi RSCM, motorku tak ada di tempatnya, aku cari-cari namun tak ada petugas parkir yang membantu atau mengingatkan. Motorku dipindah jauh sekali ke bagian samping gedung dan diletakkan di area berbatu karena saat itu sedang ada proyek pembangunan gedung. Kebayang ga si pengguna kursi roda yang jalan saja harus mencari area yang rata, tapi sama petugasnya di taruh di area yang banyak bantuannya?..
Tidak hanya itu saja, saat di Stasiun Kereta Api Gambir bahkan tak segan segan petugas securitynya berkerumun marah marah dan itu terjadi berkali kali. Padahal aku baca di permen PU No 30 tahun 2006 katanya area parkir untuk penyandang disabilitas tidak boleh lebih dari 60 meter dari loby utama. Tapi ya apa boleh buat, namanya juga aturan,tentunya dibuat juga untuk dilanggar. Bahkan oleh perusahaan atau instansi milik pemerintah. Bukannya memberi contoh tapi malah memberi kesan kalau yang pertama melanggar adalah pihak pemerintah sendiri. Padahal aku sendiri juga membayar parkir seharga mobil. Lantas, apa bedanya aku dengan orang yang menggunakan mobil jika akupun membayar tarif parkirnya juga seharga tarif mobil?. Rasanya sangat desktriminasi banget memperlakukanku. Bayarnya sama tetapi aku dimarahi marahi, dan kendaraannya di pindah entah kemana.
Selain masalah parkir, dunia kerja juga belum sepenuhnya melaksanakan aturan yang dibuat oleh pemerintah. Bahkan pemerintah sendiri juga masih deskriminasi terhadap kami. UU No 14 Tahun 1997 yang mengatakan bahwa instansi swasta atau pemerintah wajib mempekerjakan disabilitas sebanyak 1% dari total karyawan yang bekerja, namun aturan itu hanya manis di atas meja saja. Dan di UU yang terbaru yaitu UU N0 8 Tahun 2016 Pasal 53 Ayat (1)menyebutkan bahwa Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah wajib mempekerjakan paling sedikit 2% (dua persen) Penyandang Disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja. Dan ayat (2) Perusahaan swasta wajib mempekerjakan paling sedikit 1% (satu persen) Penyandang Disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja. Namun aturan itu juga hanya sebatas aturan yang terlihat bagus diatas kertas. Nyatanya pemerintah saat membuka lowongan CPNS hanya mau menerima disabilitas tertentu. Kaya aku termasuk yang ditolak mentah mentah sama pemerintah. Buktinya ada di Screenshot syarat CPNS dibawah. Umurpun harusnya bisa menjadi bahan pertimbangan dan harus di beri dispensasi khusus, karena kebanyakan penderita paraplegia terjadi diusia yang sudah labih dari 30 tahun. Namun itu tidak berlaku di Indonesia, makanya saya katakan bertai hatilah menjaga kesehatan dan keselamatan, jika terjadi paraplegia yang awalnya rajin bayar pajak, setelah jadi paraplegia dan kemudian menganggur pemerintah bakal lepas tangan. Taat pajak itu tak ada gunanya. Saat jadi disabilitas itu ibarat sampah. Bahkan program KKS yang katanya untuk rakyat sejahtera kalau tidak mau dikatakan miskin, disabilitas pun banyak yang tak dapat bantuan itu. Justru yang banyak mendapatkan KKS malah orang nondisabilitas. Aneh kan?.
Menjadi disabilitas itu dimana mana hanya di anggap beban. Bahkan ketika harus tinggal di panti milik pemerintah pun, sama kepala pantinya di usir usir secara halus. Pengurus panti seakan lebih suka mengurus orang gila dari pada mengurus disabilitas.
Disabilitas yang melamar kerja ditolak, tinggal di panti pun disindir-sindir disuruh keluar katanya harus mandiri. Sedangkan penyandang disabilitas itu kebutuhannya lebih banyak dari orang nondisabilitas. Seperti contohnya aku pengguna kursi roda, jika orang nondisabilitas bisa menggunakan ojek yang relatif murah, aku tak bisa menggunakan ojek, paraplegia duduk tanpa sandaran sangat susah sekali belum lagi harus membawa kursi roda.
Penderita paraplegia rutin menggunakan kateter untuk BAK, kateter silicon aja harganya 600ribuan. Kalau menggunakan kateter yang sekali pakai yang digantung kemana kan ga enak dilihat orang. Belum lagi harus menggunakan diapers (pampers orang dewasa). Jika membawa barang saat bepergian terutama distasiun/terminal harus menyediakan uang ekstra untuk membayar porternya, tentunya harus membayar porter di stasiun awal dan stasiun tujuan. Di stasiun tujuan, harus mencari angkutan umum yang mau membantu pengguna kursi roda. Jika rumahnya terlalu jauh dan harus beberapa kali ganti angkutan, biasanya aku meminta tolong sama supir angkutannya agar mengantarkannya sampai rumah yang jelas biayanya bisa 2x lipatnya. Atau kalau tidak mau ribet langsung sekali bayar dengan menggunakan travel, tapi sampai ditujuannya sangat lama dan biayanya mahal. Padahal paraplegia duduk lama juga akan bermasalah. Aku sendiri sering merasakan sakit jika terlalu lama duduk. Paling tidak 10-30 menit harus merebahkan badan.
Kalau dinegara negara tetangga pemerintahnya memberikan perlakuan khusus pada disabilitas, bahkan transportasipun mendapat potongan harga, namun di indonesia justru dikatakan harga tiket tidak masalah bagi penyandang disabilitas. Bagaimana mungkin tidak masalah sedangkan pekerjaan aja tidak punya?. Ini beritanya
Mereka hanya menyimpulkan sendiri tanpa melihat fakta dilapangan. Bahkan kalau ditanya PT Kereta api sudah mempekerjakan disabilitas berapa orang dan dan disabilitas apa aja? Jangan jangan kalaupun ada hanya pilih pilih disabilitas yang ringan saja yang dipekerjakan.
Lain lagi jika berhadapan dengan pihak kepolisian dijalan jalan raya. Khususnya dijakarta, polisi sangat ramah dengan disabilitas. Akupun sering di bantu sama Pak Polisi. Saat pengendara tidak bisa masuk area 3 in 1 atau ganjil genap, kendaraan untuk disabilitas diijinkan masuk. Kendaran motor modifikasi roda 3 untuk disabilitas juga tidak pernah dipermasalahkan oleh pihak kepolisian dan pihak kepolisian juga tidak mempermasalahkan kendaraan modifikasi untuk disabilitas saat pajaknya sudah mati, aku punya SIM dan STNK dengan pajak kendaraan yang masih hidup, namun saat di Jalan ada razia aku sering dipersilahkan jalan terus oleh petugasnya.
Mudah mudahan aturan yang meringankan disabilitas ini juga ditiru oleh daerah lain hingga tersedianya sarana transportasi yang ramah bagi penyandang disabilitas..