Seorang penyandang disabilitas, penumpang Maskapai Internasional Etihad Airways yang bernama Dwi Ariyani, kembali mengalami perlakuan diskriminatif dari sebuah Maskapai Penerbangan Internasional Etihad Airways. Atas perbuatan diskriminatif tersebut, Dwi Ariyani melalui kuasa hukumnya dari Lembaga Advokasi dan Perlindungan Penyandang Disabilitas Indonesia ( LAPPCI) telah mengajukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan No Perkara : No: 846/Pdt.G/2016/PN. JKT.Sel, dengan Para Pihak sebagai berikut : Perusahaan Maskapai Etihad Airways. Cq General Manager Etihad Airways Indonesia sebagai Tergugat I, PT. Jasa Angkasa Semesta,Tbk sebagai Tergugat II dan Kementerian Perhubungan RI Cq Direktorat Jenderal Perhubungan Udara sebagai Tergugat III, untuk selanjutnya disebut Para Tergugat.
Kejadian ini bermula ketika Dwi Ariyani pada tanggal 8 Maret 2016, mendapat undangan dari International Disability Alliance (IDA) untuk menghadiri ”Pelatihan tentang pendalaman Implementasi dan pemantauan Konvensi Tentang Hak- Hak Penyandang Disabilitas” yang seyogyanya berlangsung pada tgl 4 s/d 11 April 2016 bertempat di Kantor Perserikatan Bangsa- Bangsa ( PBB) dan beberapa tempat di Geneva- Swiss.
Sebuah pelatihan yang sangat penting bagi penyandang disabilitas yang diikuti oleh orang- orang terpilih, Dwi Aryani merupakan perwakilan dari penyandang disabilitas Indonesia yang berkesempatan mendapatkan undangan dari IDA untuk mengikuti pelatihan ini. Kehadiran Dwi Ariyani dalam forum ini sejak awal merupakan sebuah kebanggaan dan harapan dari Para Penyandang Disabilitas di Indonesia, dengan harapan Dwi Ariyani akan menjadi seorang trainer dengan kualifikasi trainer global/ internasional. Rencananya sepulang dari mengikuti pelatihan di Swiss Dwi Ariyani seharusnya akan melakukan pelatihan lanjutan di Indonesia.
Bahwa ternyata harapan dari Dwi Ariyani dan Penyandang Disabilitas Indonesia tersebut menjadi kandas, karena gagalnya Dwi Ariyani mengikuti ”Pelatihan tentang pendalaman Implementasi dan pemantauan Konvensi Tentang Hak- Hak Penyandang Disabilitas” yang seyogyanya berlangsung pada tgl 4 s/d 11 April 2016 di Geneva- Swiss tersebut.
Sejumlah sikap dan perlakuan dari Para Tergugat, kepada penumpang Etihad Air atas nama Dwi Ariyani yang dapat dianggap sebagai sikap/perlakuan diskriminatif sebagai berikut :
- Crew Etihad Air telah menurunkan Penumpang atas nama Dwi Ariyani dari dalam badan pesawat Etihad Air dan tidak mengijinkan terbang
- Dwi Ariyani seorang penumpang dengan kondisi penyandang disabilitas (pengguna kursi roda), oleh Crew Etihad Air, diwajibkan didampingi oleh seorang pendamping selama dalam penerbangan padahal seharusnya pendampingan selama dalam penerbangan adalah crew pramugari pesawat Etihad Airways.
- Dwi Ariyani karena seorang penyandang disabilitas menjadi dibebani membayar tiket untuk 2 ( dua ) orang, yakni untuk biaya tiket dirinya sendiri ( Dwi Aryani ) dan biaya tiket untuk seorang pendamping
- Kondisi Disabilitas Dwi Ariyani, oleh Crew Etihad Air dinilai sangat membahayakan keselamatan penerbangan, sebuah alasan yang mengada- ngada dan tidak berdasar, bahaya apa yang sangat dikuatirkan dari seorang penyandang disabilitas.
- Dwi Ariyani dianggap oleh Crew Etihad Air tidak mampu melakukan evakuasi diri bilamana pesawat dalam keadaan darurat, menjadi salah satu alasan penolakan menerbangkan Dwi Ariyani
- Bahwa kondisi dari Dwi Ariyani pada saat melakukan penerbangan selain telah memiliki tiket pesawat, memiliki bukti Surat Keterangan Sehat dari Dokter, Penggugat juga telah mengikuti proses Cek in di Counter Maskapai Etihad Air, telah melakukan Boarding, bahkan barang-barang Penggugat telah dimasukkan ke dalam bagasi pesawat yakni bagasi bawah dan bagasi Cabin dan Penggugat juga telah memasuki badan pesawat dan telah duduk di Seat No C. Jadi semua procedure sebagai penumpang yang sah telah dipenuhi Penggugat, namun Dwi Ariyani harus menerima kenyataan diturunkan dari dalam badan pesawat Etihad air. Bilamana kedudukan Dwi Ariyani tidak memenuhi syarat sebagai penumpang Etihad Air, justru pada saat counter cek in ticket seharusnya sudah terseleksi dan barang- barang penumpang tidak masuk bagasi pesawat.
Sebuah ironis bila sebuah perlakuan diskriminatif, yang oleh pelakunya dianggap sebuah kebenaran, dan oleh instansi berwenang in casu Dirjen Perhubungan Udara justru tidak memberikan sanksi kepada pelakunya, dan kepada korban in casu Dwi Ariyani tidak diberikan perlindungan dan kepastian hukum , korban dibiarkan agar iklas untuk menerima nasib dan perlakuan yang tidak adil. Kondisi ini HARUS DILAWAN karena perlakuan yang sama bisa terjadi di masa akan datang dalam bentuk pengulangan perlakuan oleh Maskapai yang sama, atau justru dilakukan oleh Maskapai Internasional lain karena dinilai bukan sebuah pelanggaran hukum.
Sejumlah Peraturan Perundang- undangan yang diduga telah dilanggar oleh Para Tergugat antara lain :
- Undang- undang Dasar 1945
- Pasal 28 H ayat 2 “ Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan ”
- Pasal 28 I ayat 2 “ Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”
- UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
- Pasal 5 Ayat 3: Setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya.
- Pasal 41 Ayat 2 : Setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, wanita hamil, dan anak-anak, berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus.
- Undang- undang No. 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat dalam Pasal 5 menyatakan “ Penyandang cacat memiliki hak dan kesempatan yang sama dengan warga pada umumnya “
- Undang-Undang 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 7 huruf (c) Setiap pelaku usaha berkewajiban untuk memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
- UU No.1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan Pasal 134 ayat (1) dan ayat (2). Ayat(1).Penyandang cacat, orang lanjut usia, anak- anak dibawah umur 12 tahun dan atau orang sakit berhak memperoleh pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus dari badan usaha angkutan udara niaga.
- Peraturan Menteri Perhubungan RI No. PM 82 Tahun 2015 Tentang Pengecualian (Exemption ) dari Kewajiban Pemenuhan Standar Keselamatan, Keamanan dan Pelayanan penerbangan sipil Pasal 1 ayat 2 ” Standar keselamatan, keamanan dan pelayanan penerbangan sipil adalah peraturan Menteri Perhubungan dan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan udara ” Pasal 2 ” Penyedia Jasa penerbangan wajib mematuhi seluruh standar keselamatan, keamanan dan pelayanan penerbangan sipil
- Pasal 1365 KUHPerdata yang menyatakan
“ Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”
Tuntutan :
- Meminta Menteri Perhubungan untuk memberikan sanksi kepada Per usahaan Maskapai Etihad Airways. Cq General Manager Etihad Airways IndonesiaI, PT. Jasa Angkasa Semesta,Tbk dan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara karena melakukan perbuatan diskriminatif bagi penumpang peyandang disabilitas
- Meminta Menteri Perhubungan untuk melakukan evaluasi dan meninjau ulang perijinan dan aturan teknis penerbangan maskapai Internasional Etihad Air dan penerbangan internasional lain agar teknis penerbangannya sesuai dengan peraturan penerbangan di Indonesia
seharusnya maskapai tersebut tidak bersikap diskriminatif, hargailah paara penumpang dengan baik
apakah sudah ada tindakan tegas dar pemerintah dalam negeri terutama menteri perhubungan terhadap kasus ini??
Karena pemerintah juga kurang tegas mengatur masalah seperti ini, sehingga maskapai atau pihak swasta bertindak sesukanya
apakah pihak penumpang tidak mendapatkan ganti rugi jika dilakukannya diskriminasi oleh pihak maskapai?
Pihak Maskapai sempat ingin memberikan ganti rugi saat Mbak Dwi melakukan proses ke Pengadilan, Namun ganti rugi yang berupa tiket PP Jakarta Swiss di tolaknya. disamping hal itu tidak sepadan dengan perlakuan maskapai, Mbak Dwi pun kehilangan moment untuk mengikuti acara disana.
Apa ada perlindungan untuk penyandang disabilitas…??
Sebenarnya sudah ada UU no 4 Tahun 1997 dan UU No 8 Tahun 2016, namun UU tersebut belum dilaksanakan sebagaimana mestinya.
jadi bagaimana perkembangan kasus ini?apa cuma menguap begitu saja?
Alhamdulillah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan bahwa Etihad bersalah. Semoga bisa menjadi pelajaran bagi penyedia transportasi lain
Apa kah diskrimasi ini bagian dari hukumAn atau hukum ini jika sudh di sahkan maka boleh2 saja di lakukan?
seharusnya tidak ada diskriminasi bagi semua orang siapapun itu